Sabtu, 13 November 2010

"Fusi" Sang Introvert dengan Sosialisasi Dalam Tinjauan Sederhana (sebuah introspeksi diri)

tulisan ini masih berstatus draft

oleh Fitriani Abdurrazaq

Intensitas menjadi titik pokok, dibubuhi ornamen frase direct audio-visual communication, disertai durasi yang kadang-kadang absurd bin abstrak, adalah tiga divisi baru dalam konstruksi sosialisasi. Namun, apakah lantas(lagi-lagi) kita manut pada konservatisme(baca:kekurang-luasan) konsep ini?, bagaimana nasib beberapa pribadi introvert yang mudah mengidap personality maladjustment ?, apakah lingkungan malah setidaknya menciptakan konfrontasi tersendiri bagi mereka?
nah, sebelum jauh mengawang-awangkan pikiran, mari kita tinjau apa sih makna sosialisasi ?, Sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat dapat menjadi jawaban rasional dari pertanyaan ini. Adapun sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory), imbas dari diajarkannya peran-peran yang harus dijalankan oleh individu dalam roda sosialisasi.
Selain itu, berikut saya kutip beberapa pengertian sosialisasi menurut para ahli;
1. Charlotte Buhler:Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan kelompoknya.
2. Peter Berger:Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
3. Paul B. Horton:Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
4. Soerjono Soekanto:Sosialisasi adalah proses mengkomunikasikan kebudayaan kepada warga masyarakat yang baru.

Tapi, langkah kita tidak boleh buru-buru, ada sedikit sentilan kolofon natural yang "semi-fardhu" (^_^) untuk diperhatikan, yakni kembali pada Islam(kenapa?, maaf...tak ada kesempatan untuk menjelaskan di sini).Yakni, sosialisasi Islam lebih cenderung mengajarkan kepada umat untuk senantiasa menerapkan budaya-budaya sosial, dan memikirkan kepentingan orang banyak, serta pengembangan dan pemantapan jiwa-jiwa ikhlas bagi umat Islam sendiri menjadi agenda utamanya.

Lanjut...secara general,
Menurut George Herbert Mead, sosialisasi yang dialami seseorang dapat dibedakan dalam tahap-tahap sebagai berikut.
• Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami manusia sejak dilahirkan, ketika seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Contoh: Kata “makan” yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita. Makna kata tersebut juga belum dipahami dengan tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata “makan” tersebut dengan cara menghubungkannya dengan kenyataan yang dialaminya.
• Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan:Semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa.Mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tua, kakak, dan sebagainya.Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini.Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan pertahanan diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai (Significant other).

Perhatikan cetak tebal!

lanjutkan bacanya....
bandingkan dengan yang ada di bawah. maka secara abstrak terpaparperbedaan sentuhan keterlibatan pribadi pelaku individu.
Pertama, ia sangat terikat dan tergantung.
Kedua(di bawah tulisan ini), ia memiliki andil dan responsibility maupun hak tersendiri dalam menyelami sosialisasinya.

• Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
• Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas.

Dengan menyentuh bagian permukaan tahap-tahap di atas maka dapat digambarkan sebuah cetak biru, bahwa sosialisasi itu memiliki alur rasional yang bertingkat, yang penerapannya terikat oleh beberapa faktor, antara lain waktu, dan lingkungan.
Tanpa berpanjang lebar, sebagai gabungan makna dan tahap-tahapnya, sosialisasi  lebih cenderung mengajarkan kepada umat untuk senantiasa menerapkan budaya-budaya sosial, dan memikirkan kepentingan orang banyak, berkontribusi bebas(sesuai prinsipnya, dibatasi norma. pent), tanpa menuntut komunikasi langsung(tapi interaksi, dan interaksi ini pun cukup luas). Sebab secara absolut dan tak dapat diabaikan, dunia ini dipenuhi vasiasi personaliti. masing-masing pribadi memiliki kecenderungan tekhnik untuk merepresentasikan potensi dan konsep dirinya dalam sosialisasi. Sebagai salah satu pribadi yang (akan selalu) memiliki eksistensi di dunia ini, seorang introvert yang sebenarnya tidak anti-sosial, namun lebih nyaman dalam ke-sendirian-nya, patut menjadi titik fokus tertentu. Artinya, lingkungan sosialisasi harus menyediakan ruang kondusif bagi para sosialisator introvert agar langkahnya dalam memasuki dunia sosialisasi tidak menjadi kick-off terakhir. Kondisivitas ini juga diperlukan demi terciptanya wadah restitusi(atas prinsipnya) bagi sang sosialisator itu.
namun, patut menjadi perhatian bagi sosialisator agar terhindar dari over-skeptis individu lain, bahwa adalah suatu hal yang cukup esensial untuk mendiagonalkan prinsip selama tidak melanggar norma atau memunculkan mudharat, dan lebih patut lagi untuk menjadi konsiderasi jika diagonalisasi prinsip lebih memicu adanya maslahat(dalam cakupan sosialisasi)

salam sosialisator introvert!

Fitriani Abdurrazaq

13 November 2010

0 komentar: